3. SISWA MISKIN TAK PERLU MIMPI RSBI

17.45 Edit This 0 Comments »
Mengacu pada Undang-Undang Sisdiknas 2003 memperkenalkan klasifikasi sekolah baru. Sekolah itu antara lain disebut Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), Sekolah dengan Kategori Mandiri (SKM), dan kelompok Sekolah Biasa (SB). Kebijakan ini pun kemudian ”rame-rame” direspons dan tersebar di sejumlah kabupaten ataupun kota di Tanah Air.
Kehadiran RSBI di kota Kediri menurut kami belum begitu jelas mengenai konsep dan tujuannya, apakah RSBI tepat dan menjanjikan untuk memajuan pendidikan? Apakah RSBI memang memenuhi kriteria internasional sesuai namanya?
Bagaimana seharusnya pendidikan bertaraf internasional itu? Meskipun SBI ini merupakan salah satu bentuk terobosan Depdiknas untuk mendongkrak mutu pendidikan, namun tak bisa dipungkiri ada beberapa hal yang cukup merisaukan dengan adanya RSBI kususnya di kota kediri tingkat SMA yang ditunjuk sebagai kelas SBI seperti di SMAN 2 kota Kediri. Pertama, tentu banyak memunculnya kesenjangan di antara peserta didik.

Jika SBI ini diterapkan dengan pembiayaan penuh dari pemerintah dan diperuntukkan seluruh siswa, mungkin tidak akan menjadi masalah. Namun, yang terjadi tidaklah demikian. Sekolah yang membuka “jalur” SBI ini nyatanya memungut dana jutaan rupiah bagi setiap siswa yang ingin masuk jalur ini.

Menuruk pengamatan kami, Mahalnya kelas SBI jelas hanya bisa dijangkau oleh orang tua berpenghasilan besar. Ini yang terjadi di mana siswa-siswa dari orang tua berduit begitu melaju dengan berbagai program pembelajaran kelas SBI, sementara tak sedikit rekan mereka yang hanya bisa “melongo” menyaksikan ketidak adilan nasib.Jika demikian bagaimana dengan siswa cerdas yang orang tuanya hanya pedagang sayur, tukang becak, atau buruh cuci, tidakkah siswa ini berhak mengenyam SBI? Tidakkah mereka berhak atas masa depan yang cerah dengan mencicipi pendidikan yang konon katanya kelas yang berkualitas ini?

Kedua, terobosan ini terkesan buru-buru dijalankan Depdiknas. Ini tampak dari munculnya berbagai problem manajemen tatkala kecepatan sekolah dalam melakukan perubahan (mengadopsi silabus pembelajaran dan penilaian asing) masih belum diimbangi dengan upaya yang sistematis untuk memperkuat dan meningkatkan mutu sumber daya kependidikan (terutama pada pihak kepala sekolah, guru dan juga manajemen), membangun sistem kontrol dan akuntabilitas atas seluruh kegiatan akademis dan administrasi keuangan sekolah.

Akibatnya, adanya kelas SBI malah menimbulkan masalah, kontraproduktif, dan kehilangan arah. Dengan hilangnya pesan perubahan, yang sebelumnya tercermin dari perubahan manajemen sekolah yang menjadi lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif, program SBI ini malah hanya membawa kecemasan baru di masyarakat. Semestinya Depdiknas terlebih dulu melakukan pemetaan, pengkajian dan persiapan dari segala sisi sebelum menggulirkan program tersebut, sehingga keresahan tak menjalar di masyarakat.

Niat pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan kami akui memang patut kita berikan apresiasi. Namun, pemerintah jangan hanya sebatas menggulirkan target-target pencapaian makro yang dilengkapi dengan paket-paket kebijakan umum, namun kemudian melempar tanggung jawab pelaksanaan (termasuk aspek pendanaan) kepada masyarakat. Karena hal itu pada akhirnya tidak saja membebani masyarakat dengan mahalnya biaya pendidikan, namun juga akan menciptakan jurang kesenjangan, dan membiarkan anak-anak dari kalangan miskin tergilas dalam kompetisi lantaran ketiadaan dana.

Jika sudah demikian maka lingkaran kemiskinan pengetahuan akan terus berputar-putar di dalam arena kehidupan orang-orang tak berpunya. Kesempatan untuk memperbaiki nasib melalui pendidikan tidak akan pernah terwujud karena lagi-lagi mereka harus menerima nasib sebagai orang miskin yang tak bisa mengenyam pendidikan mahal. Ironisnya sekolah yang awalnya bisa menerima siswa dari keluarga kelas manapun, kini mulai sedikit berubah, Padahal semestinya RSBI harus bisa memberikan peluang yang sama kepada masyarakat tanpa melihat ataupun membedakan status.


4. BELAJAR JURNALISTIK DIERA INFORMASI MASIH PERLUKAH?

Agar jurnalistik selalu hadir dalam topic yang menarik maka perlu pembelajaran, dari belajar inilah akan menambah wawasan serta mengasah kemampuan kita paling tidak dengan kita belajar, kita akan punya bekal tentang dunia jurnalistik meskipun jurnalistik kini bukan saja merupakan kegiatan praktis sekelompok orang yang mencurahkan dalam dunia pers atau persuratkabaran. Tetapi diera informasi ini telah mengalami perkembangan menjadi salah satu lembaga pendidikan formal yang mandiri oleh karena itu persoalan jurnalistik kini juga tak lagi terbatas hanya pada aspek-aspek teknis pengelolaan perusahaan penerbitan, tetapi sudah melebar sampai dengan masalah akademik.

Pada aspek teknis bahwa jurnalistik hampir tidak pernah selesai dibicarakan mulai dari etika profesi kemudian norma perusahaan sampai pada aspek hukum yang mengikat kehidupan bahwa jurnalistik selalu hadir menjadi topik yan menarik dari segi hukum pendapat peraturan perundang-undangan pers di Indonesia tidak pernah berakir. Demikian pula pada aspek akademis jurnalistik tidak akan pernah luput dari perhatian para pakar profesional ataupun sekedar peminat biasa, misalnya dalam salah satu kajian ilmiah jurnalistik akan selalu terus dikembangkan untuk memenuhi konsep-konsep baru yang telah releven dengan dunia empirik. Sedangkan secara kelembagaan jurnalistik juga tetap menarik perhatian diberbagai kalangan didunia pendidikan.

Maka sebagai mahasiswa komunikasi tentu belajar jurnalistik merupakan bagian yang penting dalam kajian yang menyangkut komunikasi massa yang juga harus dikembangkan, terutama berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi sebagai pendukung utama keberadaan jurnalistik.

Diantara implikasi dari kemajuan yang sangat menghebohkan dibidang informasi saat ini telah membuat dunia semakin kecil. Melalui media massa radio, televisi, koran dan majalah kita bisa mengetahui setiap peristiwa penting yang terjadi dimanapun dan juga dalam media massa modern seperti internet kita dapat berkirim dan menerima informasi apapun dalam tempo hanya beberapa detik dengan bantuan elektronik.

Maka dari itu diera informasi yang terus mengalami perkembangan, kita belajar jurnalistik tidak ada ruginya karena jurnalistik erat sekali hubungannya dengan komunikasi massa yang mensyaratkan adanya komunikator, kemudian komunikan, pesan, media dan efek.

Selain itu jika jurnalistik mampu dikembangkan dengan baik maka jurnalistik akan menjadi sebuah wadah pribadi dan intelektual. Apalagi jurnalistik diera informasi sekarang ini maka ketrampilan menggunakan komputerisasi sangan penting guna menyajikan suatu informasi yang bisa menarik dan komunikatif ditambah lagi dengan adanya media massa internet tentu akan membuat kita lebih mudah untuk mengakses berbagai informasi yang tanpa batas sesuai dengan keinginan kita.

2. Jadi Wartawan Dada’an Emang Suu…Sah Co ooy…….?

17.42 Edit This 0 Comments »
Awal mula kami praktek mencari berita dilapangan, ketika itu tempatnya dilon-alon kota Kediri bersama temen- temen seangkatan komunikasi islam STAIN Kediri semester 6 dan juga didampingi oleh dosen jurnalistik kami. Pada saat itulah kami merasa menjadi seorang wartawan dadakan, saya mendapat pengalaman yang luar biasa sebab awalnya kami sama sekali buta dengan dunia jurnalistik dan saya tidak tau bagaimana caranya meliput sebuah berita.
Saat kami berada dilapangan, ternyata sangat jauh dengan bayanganku ketika masih belajar teori yang kami peroleh selama berada dibangku kuliah. Saat dilapangan kami harus bekerja keras dan ulet untuk mendapatkan suatu berita, ternyata ini sangat menarik dan merupakan tantangan bagi kami, sebab mulai mencari berita, mencari narasumber, wawancara dengan narasumber, hingga kami harus menuangkan dalam suatu tulisan tentu tidaklah mudah. Apalagi harus memenuhi beberapa kriteria seperti memiliki daya tarik, pengaruh yang besar terhadap pembaca, unik dan menimbulkan suatu emosi kata dosen kami, tetapi bagaimana kami bias memburu dan mendapatkan poin yang penting dan menarik tentunya harus banyak-banyak belajar dan praktek, dari sinilah kami banyak mengalami kekurangan-kekurangan untuk melengkapi data-data yang kami peroleh ketika meliput berita dilapangan.

Ketika kami mendapatkan berita, kepinginnya sih tema beritanya “kurangnya kesadaran membuang sampah di alon-alon” penulisan berita kepengennya cukup dari narasumber yang ketika itu kami wawancarai ada tiga orang yang bertugas sebagai tukang kebersihan dialon-alon. Ketika selesai and ngumpul ama temen-temen sambil nunggu setik, eh tiba-tiba dosen kami nanya, tadi kamu dapat berita apa……..? saya bilang, tentang kurang kesadaran pengunjung dilokasi alon-alon pak. Terus Tanya lagi; isinya menyangkut apa aja……..? kujawab ini…ini…ini, eh malah jadi amburradul, data yang didapat kurang, harus liput lagi…., ah……..capek deeeh !

Selain itu juga mental kami atau niatan kami untuk mencapai sesuatu, kurang kuat, ketika dilapangan boleh dikatakan kami pengecut banget, sering colang-colong alias tengak-tengok akhirnya memen yang kami inginkan lewat. Ketika mau memotret ditempat yang ramai terkadang minder dan malu dilihatin orang. Masalahnya kami pernah memotret didaerah yang cukup ramai pada saat kami bermaksud mengambil gambar tersebut sebagai penguat berita kami, malah banyak dilihat orang sambil mereka ribet …….. eh……ada wartawan…ada wartawan , ketika kami memotret ditempat yang kumuh yaitu tempat pedagang kaki lima dipinggir jalan gudang garam kediri eh banyak dilihatin orang juga….. apa mereka mengira kami dari SATPOL PP, kalau udah gitu kami siap-siap pindah tempat sebelum ada serandal melayang, kagak jadi cari narasumber, apalagi wawancara ama nara sumber. Selain itu juga materi pertanyaan untuk melakukan wawancara dan mengajukan pertanyaan kepada narasumber terkadang jawaban narasumber tidak konek dengan pertanyaan kami, terkadang juga harus menunggu narasumber berjam-jam untuk bisa ketemu meskipun sebelumnya sudah kami kontak terlebih dahulu namun karena sesuatu hal hingga kami harus menunggu waktu luangnya sinarasumber. Dan juga pernah menemukan seorang penambang pasir disungai brantas paten kediri yang kami jadikan narasumber, ketika kami wawancarai tentang penghasilan mereka, keadaan keluarganya, dengan menggunakan alat perekam kadang terkesan sinarasumber mengalami ketakutan atau grogi memberikan jawaban pada kami, meskipun ketika kami wawancara sudah kami bikin waktu yang serilek mungkin.

Inilah pengalaman suka dan duka kami ketika terjun kelapangan demi mendapatkan sebuah berita, pengalaman dilapangan bagi kami telah banyak bahkan lebih banyak mengajar kami hingga kami harus berfikir yang lebih selektif lagi dan kami yakin semua itu perlu proses dan membutuhkan waktu.

Dari pengalaman melakukan kesalahan atau kurang afdholnya hasil peliputan kami, kami yakin semua ini akan membuat saya lebih awas dan memiliki sara atau trik-trik tersendiri dikemudian hari untuk menyiasati sesuatu hal yang kami inginkan.
Demikianlah kisah pengalaman suka dan duka kami ketika dilapangan mencari berita. Terimakasih banyak kepada dosen jurnalistik kami yang telah banyak meluangkan waktumya membimbing kami semoga apa yang diajarkan oleh beliyau dapat kami kembangkan dan kami akan selalu belajar dan belajar agar bisa bisa sukses.

UAS JURNALISTIK KONTEMPORER

17.03 Edit This 0 Comments »

1. KENAPA HARUS KULIAH DI PEGURUAN TINGGI NEGERI ( PTN )

Seiring dengan majunya teknologi, tuntutan untuk mempunyai bekal pendidikan dirasa sebabagai suatu persaingan yang sangat menonjol bagi lulusan SMTA dalam memperebutkan bangku diperguruan tinggi.
Yang mana pandangan masyarakat yang secara umum bahwa masuk diperguruan tinggi masih merupakan impian bagi calon mahasiswa dan orang tua, meskipun banyak Perguruan Tinggi Suwasta ( yang fasilitas dan mutunya lebih baik ), seperti yang diungkapkan oleh Liya 19 tahun, siswa SMAN 2 kediri, bahwa kuliah di PTN menjadi harapan dan keinginan yang besar karena berbagai keuntungan jika bias masuk di PTN alasannya : pertama bahwa PTN mutunya tentu lebih baik. Kedua, berkuliah di PTN biayanya relative lebih murah dari pada kuliah di PTS. Ketiga, tidak ada ujian Negara bagi PTN, suatu hal yang sangat meringankan waktu, energi dan biaya mengingat PTN harus menyelenggarakan ujian Negara.

Masuk PTN Tidak Cukup Belajar Sendiri

Semakin ketatnya persaingan khususnya lewat jalur SNMPTN, maka banyak siswa yang mencoba mencari alternatif pemecahannya. Banyak calon peserta yang rela mengeluarkan biaya yang cukup besar agar berhasil menembus pesaingnya pada saat ujian SNMPTN. Misalnya dengan menggunakan jasa orang lain (prifat), lewat teman-teman dan untuk meningkatkan kemampuan belajar, contohnya bergabung dengan Lembaga Bimbingan Belajar (LBB)

Alasan siswa memilih bergabung dengan LBB adalah agar metode belajar lebih terarah, bisa mendapatkan materi pelajaran, banyaknya kakak-kakak kelas mereka yang bisa sukses masuk PTN dengan mengikuti LBB, sebagai pendukung belajar dan akan lebih berfariatif trik-trik dalam mengerjakan soal-soal SNMPTN dengan cepat. Hal tersebut diungkapkan oleh Johan dan Angga, 20 tahun, siswa SMAN 1 Kediri.

Seperti yang terlihat dikota Kediri , berbagai kursus yang berkaitan dengan pelajaran sekolah, berupa pelajaran Remidial yaitu bimbingan tes atau bimbingan masuk PTN setiap mendekati ujian masuk PTN ramai-ramai membuka tempat bimbingan. Menjamurnya LBB tentu menjadi sorotan banyak pihak, baik dari kalangan perguruan tinggi, Departemen pendidikan, ataupun pakar pendidikan.

LBB merupakan lembaga non formal, dan LBB tidak dapat menjamin lolos SNMPTN tetapi LBB akan memberikan peluang yang jauh lebih besar untuk bisa lolos SNMPTN. hal tersebut diungkapkan oleh Nahrowi, 40 tahun, Direktur LBB Sigmagama Kediri. LBB sendiri, posisinya sebagai fasilitator yang programnya mendekatkan para calon peserta agar lebih intensif dalam menghadapi SNMPTN 2009. pelatihan mengerjakan sosl-soal SNMPTN dan pengenalan model ataupun karakter soal-soal dari tahun-ketahun sebatas hanya untuk mempermudah dan membiasakan para calon peserta mengerjakan soal-soal SNMPTN nantinya. Dengan demikian yang bersangkutan diperkirakan dapat mengerjakan soal-soal SNMPTN dengan cepat, tepat dan benar.

Motivasi Perlukah Bagi Calon Peserta SNMPTN

Motivasi sangat mendukung bagi calon peserta selain itu motivasi juga merupakan suatu keberhasilan. Motivasi tersebut bisa saja dating dari temen-temen dekat mereka, kakak-kakak mereka yang sudah berhasil masuk PTN, atau motivasi tersebut juga bias dating dari orang tua mereka.
Munif, 40 tahun, humsis dan konseling di LBB SSC kediri, mengatakan, bahwa calon peserta ujian merupakan individu yang rentan terhadap kecemasan, ujian menyebabkan banyak problematika dan psikis, misalnya takut, pesimis, percaya diri terhadap nasib dan kebetulan. Hal ini tentunya akan mempengarui kesehatan mental calon peserta dan tidak adanya kestabilan psikis, perasaan pasif dan tidak bahagia. Perasaan cemas ketika menjelang ujian dapat terjadi jika calon peserta tidak siap menghadapi ujian. Bahwa calon peserta harus mempersiapkan segala sesuatunya antara lain kemampuan dalam menjawab soal, menentukan fakultas atu jurusan yang tepat, Strategi memilih PTN idaman dan persiapan mental. Perasaan cemas sering kali menghapuskan apa yang sudah dipelajari dan diketahui dan dikuasai dari benak individu.

Memang orang cenderung berfikir bahwa ujian memang merupakan salah satu percobaan hidup, yaitu sesuatu yang tak dapat dihindari dan harus diperjuangkan. Hal inilah yang menyebabkan para calon peserta ujian memandang ujian dengan rasa takut, gelisah dan sering kali merasa sangat sedih.

Maka dari itu, untuk dapat menembus SNMPTN sangat membutuhkan keseriusan. Motivasi dari manapun sangat diperlukan bagi calon peserta yang akan mengikuti tes SNMPTN 2009 tanggal 1 dan 2 juli 2009 nanti. Hal ini tentunya akan mengarah pada kesiapan mental, sebab dengan kondisi mental yang stabil, pikiran tentunya akan jernih ini akan membantu dan mempermudah calon peserta untuk mengingat konsep-konsep yang harus dipahami.

Calon Peserta Tes SNMPTN Harus Percaya Diri

Rasa percaya diri merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan. Menurut Hatta 35 tahun, tentor dan juga bagian konsultasi kesiswaan di LBB SSC Kediri, bahwa diera yang penuh dalam persaingan semacam ini, rasa percaya diri sangat diperlukan , terutama oleh para siswa-siswi yang ada di LBB SSC ini sebagai calon peserta tes SNMPTN dalam memperebutkan bangku di PTN nanti. Karena hal ini sangat perlu sebab bagi individu yang tidak memiliki rasa percaya diri tentunya akan mengalami kritis kepercayaan diri ( kepedean ) dan adanya krisis kepercayaan diri mempunyai peranan yang penting dalam menghadapi ujian SNMPTN 2009 nanti, karena itu bagi calon peserta harus dipupuk sebelum mereka menghadapi ujian SNMPTN.

Seperti yang di alami Citra, 19 tahun, siswa SMAN 2 Nganjuk, sebagai calon peserta ujian ANMPTN, bahwa kwatir dan cemas serta tidak percaya diri sering mewarnainya seperti kekwatiran saat menghadapi ujian SNMPTN nanti lupa terhadap materi yang sudah dipelajari atau takut kalau nanti tidak dapat mengerjakan soal-soal SNMPTN.

Maka dia memilih jalan alternatif untuk mengikuti LBB agar dalam menghadapi SNMPTN nanti mampu memunbuhkan rasa percaya diri tidak lagi diliputi oleh rasa khawatir, takut dan cemas akan bayangan-banyangan yang belum tentu terjadi.

Peran Orang Tua Memotivasi Anak

Orang tua hendaknya ikut memberi motivasi terhadap anak sehingga anak merasa bersemangat dan berkonsentrasi dalam belajar. Orang tua harus berusa untuk menciptakan suasana yang tenang dan menyenangkan sehingga anak termotivasi untuk belajar. Tidak terlalu menuntut dan berharap yang berlebihan diluar kemampuan anaknya, sehingga dapat mengurangi kecemasan anak dalam menghadapi tes SNMPTN nanti.