TASAWUF (AL- HALLAJ)
08.13 Edit This 0 Comments »
Syamsul-Huda
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Istilah "sufi" atau "tasawuf" tentu sangat dikenal di kalangan kita, terlebih lagi di kalangan masyarakat awam, istilah ini sangat diagungkan dan selalu diidentikkan dengan kewalian, kezuhudan dan kesucian jiwa. Bahkan mayoritas orang awam beranggapan bahwa seseorang tidak akan bisa mencapai hakikat takwa tanpa melalui jalan tasawuf.
Opini ini diperkuat dengan melihat penampilan lahir yang selalu ditampakkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai ahli tasawuf, berupa pakaian lusuh dan usang, biji-bijian tasbih yang selalu di tangan dan bibir yang selalu bergerak melafazkan zikir, yang semua ini semakin menambah keyakinan orang-orang awam bahwasanya merekalah orang-orang yang benar-benar telah mencapai derajat wali (kekasih) Allah.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan menjawab berbagai persoalan:
1.Fenomena Al Hallaj Dalam Sejarah Tasawuf
2.Ajaran-ajaran al-Hallaj
3.kontroversi Pemikiran al-Hallaf
4.Saat-saat Kematian al-Hallaj
BAB II
PEMBAHASAN
1.Fenomena Al Hallaj Dalam Sejarah Tasawuf
Dalam dunia tasawuf, para sufi seringkali dianggap sebagai orang shalih yang jiwanya telah mencapai suatu tingkat keruhanian berada di atas orang-orang biasa. Mereka tahu apa yang orang biasa tidak tahu, mereka merasakan apa yang orang biasa tidak merasakannya. Karena didorong maksud baik untuk berbagi kebahagiaan yang mereka rasakan dalam pengalaman keruhanian atau biasa disebut sebagai pengalaman sufistik, para sufi itu berusaha menjelaskan pengalaman batin yang mereka rasakan, namun seringkali tak terwadahi oleh kata-kata dan tak terpahami oleh masyarakat biasa.
Biasanya para sufi itu menjelaskan banyak sekali menggunakan simbolisme, metafora-metafora. Oleh karena itu mereka tidak bisa dipahami hanya dari segi zahiriyahnya saja. Maka terjadilah kesalah pahaman yang meresahkan, suatu keadaan yang tak diinginkan oleh para tokoh agama yang diakui dan merasa mempunyai otoritas untuk merumuskan, menafsirkan dan menjaga kemurnian atau ortodoksi ajaran agama.
Kejadian seperti inilah yang dialami antara lain oleh Al Hallaj, salah seorang tokoh yang paling kontroversial dalam sejarah tasawuf. Al Hallaj yang nama lengkapnya adalah Abu Al Mughits Al Husein bin Mansur bin Muhammad Al Baidhawi dilahirkan pada tahun 244 H/ 858 M di Tur, salah satu desa dekat Al Baida di Persia. Kakeknya adalah seorang penyembah api, pemeluk agama Majusi sebelum dia memeluk agama Islam.
Sejak kecil ia sudah banyak bergaul dengan para sufi terkenal, diantaranya adalah Sahl bin Abdullah Al Tusturi, Amr Al Maliki dan Junaid Al Bagdadi. Ia suka mengembara ke berbagai negeri untuk menambah pengetahuan dalam ilmu tasawuf, sehinga pandangan ketasawufannya berbeda dengan para sufi lainnya, dan akhirnya menjadi buah bibir para ulama pada waktu itu.
Berabad-abad lampau al-Hallaj dibantai. Konon dialah Syekh sufi pertama yang martir dalam dunia Tasawuf. Perkaranya lantaran lelaki yang hidup di abad ke-9 ini ingin "mewujudkan" Allah kepada semua orang. Suatu hari dia ditanya, "Apa yang ada di dalam jubahmu ?". Dijawabnya tegas, "Allah !" Kekhawatiran secara syariat (hukum fiqh) tentang menjadi kafir akibat ucapan seperti itu membuat al-Hallaj dihujat dan dijatuhi hukuman mati.
Ia terkenal karena berkata: “Akulah Kebenaran”, ucapan yang membuatnya dieksekusi secara brutal.
Bagi sebagian ulama Islam, kematian ini dijustifikasi dengan alasan bid’ah, sebab Islam tidak menerima pandangan bahwa seorang manusia bisa bersatu dengan Allah dan karena Kebenaran Al-Haqq adalah salah satu nama Allah, maka ini berarti bahwa al-Hallaj menyatakan ketuhanannya sendiri. Kaum sufi sejaman dengan al-Hallaj juga terkejut oleh pernyataannya, karena mereka yakin bahwa seorang sufi semestinya tidak boleh mengungkapkan segenap pengalaman batiniahnya kepada orang lain.
Mereka berpandangan bahwa al-Hallaj tidak mampu menyembunyikan berbagai misteri atau rahasia Ilahi, dan eksekusi atas dirinya adalah akibat dari kemurkaan Allah lantaran ia telah mengungkapkan segenap kerahasiaan tersebut.
2. Ajaran al Hallaj
Inti ajaran al-Hallaj adalah Hulul yaitu Ketuhanan lahut yang menjelma ke dalam diri insan nasut. Dalam pandangan Hallaj hidup kebatinan insan yang suci akan naik tingkat hidupnya dari satu maqam ke maqam lain. Misalnya: muslim, mu’min, salihin, muqarrabin.
Sehingga ketika mencapai tingkat muqarrabin, menurut dia, sampailah di puncak sehingga bersatu dengan Tuhan. Sifat persatuan itu antara lain diibaratkan bagai persatuan khamar dengan air. Konsep ini bermuara pada Ana al-Haqq, karena kebenaran itu salah satu asma Allah SWT. Al-Haqq sendiri dalam ilmu tasawuf berarti Tuhan. Inilah penggalan syairnya:
‘Telah bercampur roh-Mu dan rohku Laksana bercampurnya khamar dengan air yang jernih
Bila menyentuh akan-Mu sesuatu, tersentuhlah Aku Sebab itu, Engkau adalah Aku, dalam segala hal’.
Kemudian Nur Muhammad atau hakikat al Muhammadiyah, merupakan pancaran pertama dari zat Tuhan, bersifat qadim dan sehakikat dengan zat Tuhan. Dari Nur Muhammad inilah melimpahnya alam semesta ini. Dengan demikian ada dua pengertian tentang Muhammad, sebagai insan adalah Rasulullah yang bersifat baru (huduts), akan tetapi hakikat keMuhammadannya adalah berupa Nur Allah yang qadim dan azali. Tabiat kemanusiaannya yang bersifat baru disebut nasut, sedangkan tabiat ketuhanannya yang bersifat qadim disebut lahut.
Terakhir adalah Wihdat al adyan, yaitu kesatuan semua agama. Islam, Kristen, Yahudi dan lain-lain hanyalah perbedaan nama, tapi hakikatnya satu. Semua agama adalah agama Allah dan menuju Allah. Orang memilih suatu agama atau lahir dalam satu agama, bukanlah atas kehendaknya, tapi dikehendiki untuknya. Cara beribadah boleh berbeda, namun hakikatnya satu.
Selain itu, menurut kabar beliau juga pernah menfatwakan bahwasanya naik haji yang lahir pergi ke Mekkah itu tidak perlu dikerjakan. Sebab itu hanya melelahkan saja. Hal itu bisa diganti dengan haji yang lain, yaitu haji rohani dengan membersihkan diri dan jiwa, kemudian tafakkur mengingat Tuhan dalam khalwat, sehingga ka’bah itu sendirilah yang datang ke dalam khalwatnya mendatanginya.
Karena paham dan fatwanya itu, Ibnu Daud Al Isfahani seorang ulama fiqih terkemuka mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Al Hallaj adalah sesat. Atas dasar fatwa itu Al Hallaj dipenjarakan. Kemudian pada tahun 309 H/ 921 M, diadakanlah persidangan para ulama di masa khalifah Al Muktadirbillah (kekuasaan Bani Abbas) dia dijatuhi hukuman mati yang dilaksanakan pada tanggal 18 Zulkaidah 309 H.
3. Kotroversi Pemikiran al-Hallaf
Memang, banyak di antara ulama yang tidak bisa menerima ajaran tasawuf yang diajarkan oleh Al Hallaj ini, tetapi tidak sedikit pula para ulama yang sependapat dan membelanya. Kebanyakan Ulama fiqih mengkafirkannya. Dengan alasan bahwasanya mengatakan bahwa diri manusia bersatu dengan Tuhan adalah syirik yang amat besar.
Oleh karena itu Ibn at Taymiyah, Ibn al Qayyim, Ibn an Nadim dan lain-lain berpendapat bahwa hukuman mati yang ditimpakan kepada Al Halaj memang patut diterimanya. Tetapi ulama-ulama fiqih yang lain seperti Ibnu Syuraih seorang ulama yang sangat terkemuka dari mazhab Malik, memberikan komentar: "Ilmuku tidak mendalam tentang dirinya, karena itu saya tidak bisa berkata apa-apa".
Pembela-pembela Al Hallaj menjernihkan ajarannya dari apa yang dituduhkan orang kepadanya. Syaikh Abdurrahman As Saqqaf salah seorang Syaikh tarikat Alawiyah, mengatakan bahwa dia sebelumnya menyangka pada diri Al Hallaj ada keretakan karena sikapnya, seperti keretakan pada kaca, tetapi setelah sampai pada maqam al qutbiyyah dia melihat bahwa Al Hallaj telah mencapai tingkat bila diandaikan buah dia telah matang.
Al Hujwiri mengatakan, Al Hallaj sepanjang hidupnya memakai jubah ketakwaan, senantiasa menegakkan shalat dan berzikir memuji Tuhan dan puasa terus menerus serta menyampaikan ujaran-ujaran yang tinggi dan bagus tentang tauhid. Tetapi ahli-ahli ilmu kalam menolaknya atas dasar bahwa kata-katanya bernafaskan pantheisme, namun apa yang dituduhkan itu cuma terletak pada ungkapan bukan pada maknanya.
Imam Al Gazali ketika ditanyai bagaimana pendapatnya tentang perkataan "ana al haq". Beliau menjawab," Perkataan demikian yang keluar dari mulutnya adalah karena sangat cintanya kepada Allah. Apabila cinta sudah demikian mendalamnya, tidak ada lagi rasa berpisah antara diri seseorang dengan seseorang yang dicintainya".
Pada hari ketika Al Hallaj akan dieksekusi, para sufi waktu itupun banyak yang berbeda pendapat tentang vonis mati yang dijatuhkan kepadanya. Diantara mereka ada sufi yang bisa memahami perasaan Al Hallaj sebagai seorang sufi. Namun ada juga sufi lain yang berpendapat bahwa Al-Hallaj memang pantas mendapat hukuman itu. Karena Al-Hallaj telah mengumumkan salah satu rahasia kaum sufi.
Asy Syibli berkata,"Aku dan Husein ibn Mansur Al Hallaj adalah sama. Hanya saja ia menampakkan sedang aku menyimpannya. Al Junaid pernah juga berkata kepada Asy Syibli,"Kami menata rapi ilmu tasawuf ini, lalu kami simpan di ruang bawah tanah. Sedangkan Al Hallaj datang membawa ilmu tasawuf dan mengemukakan kepada khalayak manusia.
4.Saat-saat Kematian al-Hallaj
Ketika hendak dieksekusi, Al-Hallaj dengan tenang berkata, "Tuan-tuan telah menjalankan peraturan yang pantas atas orang-orang yang tuan anggap melanggar undang-undang. Memang, siapa yang dipandang melanggar undang-undang syariat patut dihukum." Kemudian dia mengangkat tangannya kelangit dan berdoa, " Tuhan, maafkan orang-orang tersebut, karena mereka tidak tahu apa yang aku alami.
Menurut para sufi, ketika itu pula terjadi banyak dialog antara para khalayak yang menyaksikan dia digantung. Banyak orang yang ingin bertanya kepada Al-Hallaj, karena itu adalah detik-detik terakhir Al-Hallaj. Salah satunya bertanya: "Apa itu tasawuf? Apa itu sufi?" Lalu kata Al-Hallaj : "Kematian saya sekarang ini adalah tahap paling rendah dalam tasawuf." Orang-orang bertanya, "Kalau begitu tahap apa yang paling tinggi dalam tasawuf ?" Al-Hallaj menjawab, "Engkau tidak akan sanggup mengetahuinya."
Kemudian Al-Hallaj menceritakan saat-saat ketika dia mau digantung, iblis datang menemui dia dan bertanya, "Nasibmu sebetulnya sama dengan aku, engkau berkata, Ana Al-Haq. Engkau berkata ‘aku’. Aku juga dulu berkata ‘aku’. Aku dan kau sama-sama meng’aku’kan diri masing-masing. Tetapi kenapa yang kau terima adalah anugerah dan ampunan Tuhan, tapi yang aku terima adalah laknat dan kutukan, sehingga aku dikutuk Tuhan selama-lamanya?" Al-Hallaj berkata, "Engkau berkata ‘aku’dan engkau melihat dirimu, sementara ketika aku berkata ‘aku’, aku tidak lagi melihat diriku."
Akhirnya Al-Hallaj dieksekusi, ketika algojo memotong kedua belah kakinya, dari kakinya yang bersimbah darah, Al-Hallaj mengusapkan kedua tangannya dan melakukan gerakan seperti wudhu dengan darahnya. Kata dia: "Aku ingin menemui Tuhanku dalam keadaan berwudhu." Akhirnya kedua tangannyapun dipotong, dia digantung, lehernya ditebas.
Selama dua hari mayatnya dibiarkan ditonton orang-orang dialun-alun kota dan pada hari yang ketiga mayatnya dibawa kesungai dan dilemparkan ke dalamnya. Sebelum kematiannya, Al-Hallaj pernah berpesan kepada pembantunya, "Pada hari ketiga setelah aku mati, sungai di Baghdad akan sampai pada satu titik ketika sungai itu merendam kota Baghdad. Jika sampai ini terjadi, masukkanlah jubahku ke sungai tersebut."
Mengenai kematian Al-Hallaj tersebut, banyak orang-orang yang bertanya kepada murid-muridnya. "Bagaimana sebenarnya ganjaran orang-orang yang menghukum Al-Hallaj? Bukankah Al-Hallaj mati dalam kecintaan kepada Tuhan, kalau begitu orang-orang yang telah menghukum dia akan dihukum oleh Allah nanti di Hari Pengadilan?" Murid-muridnya mengatakan, "Tidak, Al-Hallaj mati karena kecintaan dia kepada Tuhan.
Orang-orang yang menghukum dia berlaku demikian karena pengetahuan mereka akan agama mereka." Jadi kedua-duanya, baik Al-Hallaj maupun penghukumnya sama-sama melakukan hal yang demikian, berdasarkan kecintaan mereka kepada Allah SWT.
Setelah kematiannya sampai sekarang, berbagai macam sebutan yang diarahkan kepadanya. Ada yang mengatakannya sebagai pahlawan lagenda, ada yang menganggapnya sebagai orang yang memiliki karomah dan keajaiban, ada lagi yang menyatakan sebagai orang yang mabuk cinta kepada Tuhan, tapi ada pula yang menganggapnya seorang dukun gadungan.
KESIMPULAN
Dewasa ini, ilmu tasawuf kian digemari. Praktik sufisme yang dalam sejarahnya pernah dihujat lantaran terlalu mengagungkan sang mursyid atau syekh tarekat, kini marak di berbagai tempat. Di masa lalu itu, perilaku tasawuf bahkan sering dinilai bid’ah karena tak bersandar pada al-Quran dan Hadist secara tesktual.
Sebagai ajaran yang menekankan aspek batin tentunya untuk saat ini sangat di perlukan, karena inti dari ajaran tasawuf adalah membebaskan manusia dari nafsu, sikap egoisme serta hedonisme dan sexualisentris, yang sekarang banyak melanda masyarakat kita, akibat dari efek sekularisme.
Ajaran al hallaj yang lebih menekankan aspek esoteris, adalah sebagai tahapan awal dari jalan seorang sufi yang secara idealnya tidak di konsumsi secara mentah-mentah. Ajaran ini memang sangat perlu untuk di pelajari bagi mereka yang yang telah menguasai beberapa keilmuan sastra arab untuk meningkatkan batiniyah, Karena Ungkapan-ungkapan yang digunakan lebih banyak mengunakan kata-kata esoteris.
Sebagai penutup, tentunya untuk saat ini kita harus lebih berhati-hati dalam melakukan penilaian terhadap suatu pemikiran dalam tasawuf, menjauhkan diri dari penilaian terhadap hal-hal yang tidak kita pelajari secara mendalam, adalah salah satu sifat orang yang cerdas.
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Istilah "sufi" atau "tasawuf" tentu sangat dikenal di kalangan kita, terlebih lagi di kalangan masyarakat awam, istilah ini sangat diagungkan dan selalu diidentikkan dengan kewalian, kezuhudan dan kesucian jiwa. Bahkan mayoritas orang awam beranggapan bahwa seseorang tidak akan bisa mencapai hakikat takwa tanpa melalui jalan tasawuf.
Opini ini diperkuat dengan melihat penampilan lahir yang selalu ditampakkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai ahli tasawuf, berupa pakaian lusuh dan usang, biji-bijian tasbih yang selalu di tangan dan bibir yang selalu bergerak melafazkan zikir, yang semua ini semakin menambah keyakinan orang-orang awam bahwasanya merekalah orang-orang yang benar-benar telah mencapai derajat wali (kekasih) Allah.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan menjawab berbagai persoalan:
1.Fenomena Al Hallaj Dalam Sejarah Tasawuf
2.Ajaran-ajaran al-Hallaj
3.kontroversi Pemikiran al-Hallaf
4.Saat-saat Kematian al-Hallaj
BAB II
PEMBAHASAN
1.Fenomena Al Hallaj Dalam Sejarah Tasawuf
Dalam dunia tasawuf, para sufi seringkali dianggap sebagai orang shalih yang jiwanya telah mencapai suatu tingkat keruhanian berada di atas orang-orang biasa. Mereka tahu apa yang orang biasa tidak tahu, mereka merasakan apa yang orang biasa tidak merasakannya. Karena didorong maksud baik untuk berbagi kebahagiaan yang mereka rasakan dalam pengalaman keruhanian atau biasa disebut sebagai pengalaman sufistik, para sufi itu berusaha menjelaskan pengalaman batin yang mereka rasakan, namun seringkali tak terwadahi oleh kata-kata dan tak terpahami oleh masyarakat biasa.
Biasanya para sufi itu menjelaskan banyak sekali menggunakan simbolisme, metafora-metafora. Oleh karena itu mereka tidak bisa dipahami hanya dari segi zahiriyahnya saja. Maka terjadilah kesalah pahaman yang meresahkan, suatu keadaan yang tak diinginkan oleh para tokoh agama yang diakui dan merasa mempunyai otoritas untuk merumuskan, menafsirkan dan menjaga kemurnian atau ortodoksi ajaran agama.
Kejadian seperti inilah yang dialami antara lain oleh Al Hallaj, salah seorang tokoh yang paling kontroversial dalam sejarah tasawuf. Al Hallaj yang nama lengkapnya adalah Abu Al Mughits Al Husein bin Mansur bin Muhammad Al Baidhawi dilahirkan pada tahun 244 H/ 858 M di Tur, salah satu desa dekat Al Baida di Persia. Kakeknya adalah seorang penyembah api, pemeluk agama Majusi sebelum dia memeluk agama Islam.
Sejak kecil ia sudah banyak bergaul dengan para sufi terkenal, diantaranya adalah Sahl bin Abdullah Al Tusturi, Amr Al Maliki dan Junaid Al Bagdadi. Ia suka mengembara ke berbagai negeri untuk menambah pengetahuan dalam ilmu tasawuf, sehinga pandangan ketasawufannya berbeda dengan para sufi lainnya, dan akhirnya menjadi buah bibir para ulama pada waktu itu.
Berabad-abad lampau al-Hallaj dibantai. Konon dialah Syekh sufi pertama yang martir dalam dunia Tasawuf. Perkaranya lantaran lelaki yang hidup di abad ke-9 ini ingin "mewujudkan" Allah kepada semua orang. Suatu hari dia ditanya, "Apa yang ada di dalam jubahmu ?". Dijawabnya tegas, "Allah !" Kekhawatiran secara syariat (hukum fiqh) tentang menjadi kafir akibat ucapan seperti itu membuat al-Hallaj dihujat dan dijatuhi hukuman mati.
Ia terkenal karena berkata: “Akulah Kebenaran”, ucapan yang membuatnya dieksekusi secara brutal.
Bagi sebagian ulama Islam, kematian ini dijustifikasi dengan alasan bid’ah, sebab Islam tidak menerima pandangan bahwa seorang manusia bisa bersatu dengan Allah dan karena Kebenaran Al-Haqq adalah salah satu nama Allah, maka ini berarti bahwa al-Hallaj menyatakan ketuhanannya sendiri. Kaum sufi sejaman dengan al-Hallaj juga terkejut oleh pernyataannya, karena mereka yakin bahwa seorang sufi semestinya tidak boleh mengungkapkan segenap pengalaman batiniahnya kepada orang lain.
Mereka berpandangan bahwa al-Hallaj tidak mampu menyembunyikan berbagai misteri atau rahasia Ilahi, dan eksekusi atas dirinya adalah akibat dari kemurkaan Allah lantaran ia telah mengungkapkan segenap kerahasiaan tersebut.
2. Ajaran al Hallaj
Inti ajaran al-Hallaj adalah Hulul yaitu Ketuhanan lahut yang menjelma ke dalam diri insan nasut. Dalam pandangan Hallaj hidup kebatinan insan yang suci akan naik tingkat hidupnya dari satu maqam ke maqam lain. Misalnya: muslim, mu’min, salihin, muqarrabin.
Sehingga ketika mencapai tingkat muqarrabin, menurut dia, sampailah di puncak sehingga bersatu dengan Tuhan. Sifat persatuan itu antara lain diibaratkan bagai persatuan khamar dengan air. Konsep ini bermuara pada Ana al-Haqq, karena kebenaran itu salah satu asma Allah SWT. Al-Haqq sendiri dalam ilmu tasawuf berarti Tuhan. Inilah penggalan syairnya:
‘Telah bercampur roh-Mu dan rohku Laksana bercampurnya khamar dengan air yang jernih
Bila menyentuh akan-Mu sesuatu, tersentuhlah Aku Sebab itu, Engkau adalah Aku, dalam segala hal’.
Kemudian Nur Muhammad atau hakikat al Muhammadiyah, merupakan pancaran pertama dari zat Tuhan, bersifat qadim dan sehakikat dengan zat Tuhan. Dari Nur Muhammad inilah melimpahnya alam semesta ini. Dengan demikian ada dua pengertian tentang Muhammad, sebagai insan adalah Rasulullah yang bersifat baru (huduts), akan tetapi hakikat keMuhammadannya adalah berupa Nur Allah yang qadim dan azali. Tabiat kemanusiaannya yang bersifat baru disebut nasut, sedangkan tabiat ketuhanannya yang bersifat qadim disebut lahut.
Terakhir adalah Wihdat al adyan, yaitu kesatuan semua agama. Islam, Kristen, Yahudi dan lain-lain hanyalah perbedaan nama, tapi hakikatnya satu. Semua agama adalah agama Allah dan menuju Allah. Orang memilih suatu agama atau lahir dalam satu agama, bukanlah atas kehendaknya, tapi dikehendiki untuknya. Cara beribadah boleh berbeda, namun hakikatnya satu.
Selain itu, menurut kabar beliau juga pernah menfatwakan bahwasanya naik haji yang lahir pergi ke Mekkah itu tidak perlu dikerjakan. Sebab itu hanya melelahkan saja. Hal itu bisa diganti dengan haji yang lain, yaitu haji rohani dengan membersihkan diri dan jiwa, kemudian tafakkur mengingat Tuhan dalam khalwat, sehingga ka’bah itu sendirilah yang datang ke dalam khalwatnya mendatanginya.
Karena paham dan fatwanya itu, Ibnu Daud Al Isfahani seorang ulama fiqih terkemuka mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Al Hallaj adalah sesat. Atas dasar fatwa itu Al Hallaj dipenjarakan. Kemudian pada tahun 309 H/ 921 M, diadakanlah persidangan para ulama di masa khalifah Al Muktadirbillah (kekuasaan Bani Abbas) dia dijatuhi hukuman mati yang dilaksanakan pada tanggal 18 Zulkaidah 309 H.
3. Kotroversi Pemikiran al-Hallaf
Memang, banyak di antara ulama yang tidak bisa menerima ajaran tasawuf yang diajarkan oleh Al Hallaj ini, tetapi tidak sedikit pula para ulama yang sependapat dan membelanya. Kebanyakan Ulama fiqih mengkafirkannya. Dengan alasan bahwasanya mengatakan bahwa diri manusia bersatu dengan Tuhan adalah syirik yang amat besar.
Oleh karena itu Ibn at Taymiyah, Ibn al Qayyim, Ibn an Nadim dan lain-lain berpendapat bahwa hukuman mati yang ditimpakan kepada Al Halaj memang patut diterimanya. Tetapi ulama-ulama fiqih yang lain seperti Ibnu Syuraih seorang ulama yang sangat terkemuka dari mazhab Malik, memberikan komentar: "Ilmuku tidak mendalam tentang dirinya, karena itu saya tidak bisa berkata apa-apa".
Pembela-pembela Al Hallaj menjernihkan ajarannya dari apa yang dituduhkan orang kepadanya. Syaikh Abdurrahman As Saqqaf salah seorang Syaikh tarikat Alawiyah, mengatakan bahwa dia sebelumnya menyangka pada diri Al Hallaj ada keretakan karena sikapnya, seperti keretakan pada kaca, tetapi setelah sampai pada maqam al qutbiyyah dia melihat bahwa Al Hallaj telah mencapai tingkat bila diandaikan buah dia telah matang.
Al Hujwiri mengatakan, Al Hallaj sepanjang hidupnya memakai jubah ketakwaan, senantiasa menegakkan shalat dan berzikir memuji Tuhan dan puasa terus menerus serta menyampaikan ujaran-ujaran yang tinggi dan bagus tentang tauhid. Tetapi ahli-ahli ilmu kalam menolaknya atas dasar bahwa kata-katanya bernafaskan pantheisme, namun apa yang dituduhkan itu cuma terletak pada ungkapan bukan pada maknanya.
Imam Al Gazali ketika ditanyai bagaimana pendapatnya tentang perkataan "ana al haq". Beliau menjawab," Perkataan demikian yang keluar dari mulutnya adalah karena sangat cintanya kepada Allah. Apabila cinta sudah demikian mendalamnya, tidak ada lagi rasa berpisah antara diri seseorang dengan seseorang yang dicintainya".
Pada hari ketika Al Hallaj akan dieksekusi, para sufi waktu itupun banyak yang berbeda pendapat tentang vonis mati yang dijatuhkan kepadanya. Diantara mereka ada sufi yang bisa memahami perasaan Al Hallaj sebagai seorang sufi. Namun ada juga sufi lain yang berpendapat bahwa Al-Hallaj memang pantas mendapat hukuman itu. Karena Al-Hallaj telah mengumumkan salah satu rahasia kaum sufi.
Asy Syibli berkata,"Aku dan Husein ibn Mansur Al Hallaj adalah sama. Hanya saja ia menampakkan sedang aku menyimpannya. Al Junaid pernah juga berkata kepada Asy Syibli,"Kami menata rapi ilmu tasawuf ini, lalu kami simpan di ruang bawah tanah. Sedangkan Al Hallaj datang membawa ilmu tasawuf dan mengemukakan kepada khalayak manusia.
4.Saat-saat Kematian al-Hallaj
Ketika hendak dieksekusi, Al-Hallaj dengan tenang berkata, "Tuan-tuan telah menjalankan peraturan yang pantas atas orang-orang yang tuan anggap melanggar undang-undang. Memang, siapa yang dipandang melanggar undang-undang syariat patut dihukum." Kemudian dia mengangkat tangannya kelangit dan berdoa, " Tuhan, maafkan orang-orang tersebut, karena mereka tidak tahu apa yang aku alami.
Menurut para sufi, ketika itu pula terjadi banyak dialog antara para khalayak yang menyaksikan dia digantung. Banyak orang yang ingin bertanya kepada Al-Hallaj, karena itu adalah detik-detik terakhir Al-Hallaj. Salah satunya bertanya: "Apa itu tasawuf? Apa itu sufi?" Lalu kata Al-Hallaj : "Kematian saya sekarang ini adalah tahap paling rendah dalam tasawuf." Orang-orang bertanya, "Kalau begitu tahap apa yang paling tinggi dalam tasawuf ?" Al-Hallaj menjawab, "Engkau tidak akan sanggup mengetahuinya."
Kemudian Al-Hallaj menceritakan saat-saat ketika dia mau digantung, iblis datang menemui dia dan bertanya, "Nasibmu sebetulnya sama dengan aku, engkau berkata, Ana Al-Haq. Engkau berkata ‘aku’. Aku juga dulu berkata ‘aku’. Aku dan kau sama-sama meng’aku’kan diri masing-masing. Tetapi kenapa yang kau terima adalah anugerah dan ampunan Tuhan, tapi yang aku terima adalah laknat dan kutukan, sehingga aku dikutuk Tuhan selama-lamanya?" Al-Hallaj berkata, "Engkau berkata ‘aku’dan engkau melihat dirimu, sementara ketika aku berkata ‘aku’, aku tidak lagi melihat diriku."
Akhirnya Al-Hallaj dieksekusi, ketika algojo memotong kedua belah kakinya, dari kakinya yang bersimbah darah, Al-Hallaj mengusapkan kedua tangannya dan melakukan gerakan seperti wudhu dengan darahnya. Kata dia: "Aku ingin menemui Tuhanku dalam keadaan berwudhu." Akhirnya kedua tangannyapun dipotong, dia digantung, lehernya ditebas.
Selama dua hari mayatnya dibiarkan ditonton orang-orang dialun-alun kota dan pada hari yang ketiga mayatnya dibawa kesungai dan dilemparkan ke dalamnya. Sebelum kematiannya, Al-Hallaj pernah berpesan kepada pembantunya, "Pada hari ketiga setelah aku mati, sungai di Baghdad akan sampai pada satu titik ketika sungai itu merendam kota Baghdad. Jika sampai ini terjadi, masukkanlah jubahku ke sungai tersebut."
Mengenai kematian Al-Hallaj tersebut, banyak orang-orang yang bertanya kepada murid-muridnya. "Bagaimana sebenarnya ganjaran orang-orang yang menghukum Al-Hallaj? Bukankah Al-Hallaj mati dalam kecintaan kepada Tuhan, kalau begitu orang-orang yang telah menghukum dia akan dihukum oleh Allah nanti di Hari Pengadilan?" Murid-muridnya mengatakan, "Tidak, Al-Hallaj mati karena kecintaan dia kepada Tuhan.
Orang-orang yang menghukum dia berlaku demikian karena pengetahuan mereka akan agama mereka." Jadi kedua-duanya, baik Al-Hallaj maupun penghukumnya sama-sama melakukan hal yang demikian, berdasarkan kecintaan mereka kepada Allah SWT.
Setelah kematiannya sampai sekarang, berbagai macam sebutan yang diarahkan kepadanya. Ada yang mengatakannya sebagai pahlawan lagenda, ada yang menganggapnya sebagai orang yang memiliki karomah dan keajaiban, ada lagi yang menyatakan sebagai orang yang mabuk cinta kepada Tuhan, tapi ada pula yang menganggapnya seorang dukun gadungan.
KESIMPULAN
Dewasa ini, ilmu tasawuf kian digemari. Praktik sufisme yang dalam sejarahnya pernah dihujat lantaran terlalu mengagungkan sang mursyid atau syekh tarekat, kini marak di berbagai tempat. Di masa lalu itu, perilaku tasawuf bahkan sering dinilai bid’ah karena tak bersandar pada al-Quran dan Hadist secara tesktual.
Sebagai ajaran yang menekankan aspek batin tentunya untuk saat ini sangat di perlukan, karena inti dari ajaran tasawuf adalah membebaskan manusia dari nafsu, sikap egoisme serta hedonisme dan sexualisentris, yang sekarang banyak melanda masyarakat kita, akibat dari efek sekularisme.
Ajaran al hallaj yang lebih menekankan aspek esoteris, adalah sebagai tahapan awal dari jalan seorang sufi yang secara idealnya tidak di konsumsi secara mentah-mentah. Ajaran ini memang sangat perlu untuk di pelajari bagi mereka yang yang telah menguasai beberapa keilmuan sastra arab untuk meningkatkan batiniyah, Karena Ungkapan-ungkapan yang digunakan lebih banyak mengunakan kata-kata esoteris.
Sebagai penutup, tentunya untuk saat ini kita harus lebih berhati-hati dalam melakukan penilaian terhadap suatu pemikiran dalam tasawuf, menjauhkan diri dari penilaian terhadap hal-hal yang tidak kita pelajari secara mendalam, adalah salah satu sifat orang yang cerdas.
0 komentar:
Posting Komentar