TEORISASI DALAM PENELITIAN KUALITATIF

06.00 Edit This 0 Comments »
Beberapa ahli penelitian kualitatif bahwa teorisasi dalam penelitian kualitatif menggunakan beberapa model diantaranya:
a.model deduksi, dimana teori ini masih menjadi alat penelitian sejak memilih dan menemukan masalah, membangun hipotesis, maupun melakukan pengamatan di lapangan sampai dengan menguji data. Model teori inilah yang biasa dilakukan pada penelitian deskriptif-kualitatif.

b.Model induksi, bahwa peneliti tak perlu tahu tentang sesuatu teori, akan tetapi langsung terjun kelapangan. Teori disisni tidak penting, namun datanya yang paling penting.

Ada pendapat yang berbeda dalam hal ini,
- pertama mengatakan bahwa peneliti harus memfokus perhatiannya pada data dilapangan sehingga segala sesuatutentang teori yang berhubungan dengan peneliti menjadi tak penting. Peneliti dalam hal ini adalah “buta” terhadap teori. Data akan menjadi sangat penting dan teori akan dibangun berdasarkan temuan data dilapangan.

- kedua, bahwa pemahaman terhadap teori bukan sesuatu yang haram, namun data tetap menjadi focus peneliti dilapangan. Teori menjadi tidak penting namun pemahaman objek penelitian secara teoritis juga membantu peneliti di lapangan saat mengumpulkan data.
Pandangan ini sering digunakan pada desain kualitatif-verifikatif, bahwa peneliti tidak perlu buta sama sekali terhadap data namun pemahamannya terhadap data sebelumnya cukup membantu peneliti dalam memahami data yang akan diteliti.


Melihat kompleknya fenomena sosial, maka ilmu sosial juga berkembang begitu kompleks dan begitu rumit, begitu banyak teori sosial, namun apabila disusun strukturnya maka dalam ilmu-ilmu social selain paradigma dikenal pula struktur ilmu social, seperti rumpun teori yang dapat dikelompokkan kedalam grend theory, middle theory, dan application theory. Dari struktur ini kemudian menghasilkan konseptualisasi dan metodologi. Grand theory pada umumnya adalah teori-teori makro yang mendasari berbagai teori di bawahnya.Disebut grand theory karena pada saat ini teori-teori itu menjadi dasar lahirnya teori-teori lain dalam berbagai level, di sebut makro karena teori-teori ini berada dilevel makro, bicara tentang struktur dan tidak berbicara fenomena-fenomena mikro.

Middle theory adalah teori tersebut berada pada level mezzo, level menengah, dimana focus kajiannya makro dan juga mikro. Sedangkan theory disebut sebagai application theory karena teori ini berada dilevel mikro dan siap untuk diaplikasikan dalam konseptualisasi.

Kunci kendali dalam memilih teori dalam penelitian adalah selain memahami konteks formal dan material sebuah teori, juga dituntut memahami teori baik dalam konteks sejarah maupun dalam konteks social dimana teori itu dilahirkan.



RAGAM TEORI DAN TEORISASI DALAM PENELITIAN

Secara umum ,teori-teori sosial bergerak sekitar empat tingkatan realitas ( baik yang bersifat makro maupun mikro) yaitu realitas tingkat makroobjektif, makrosubjektif, mikroobjektif, mikrosubjektif. Perbedaan tingkat realitas itu ( makro, mikro, objektif, subjektif ), hanya merupakan kebutuhan analisis.
Dimensi makro dan mikro berkaitan dengan ukuran besar kecilnya realitas atau unut analisis. Jika konsentrasinya berporos pada pola-pola umum kehidupan social, maka ia tergolong realitas tingkat makro. Jika sebaliknya, perhatian ditunjukkan pada tindakan-tindakan individual maka bersifat mikro. Sedangkan kontinum objektif-subjektif mangacu pada soal apakah fakta yang dikaji berupa sesuatu yang nyata-nyata ada dan berwujud material atau sesuatu yang adanya hanya dalam alam ide atau pengetahuan saja


Kajian tentang realiatas makroobjektif, studi terhadap realitas makrosubjektif, ( konsep-konsep abstrak dalam masyarakat ) harus mengandalkan teori-teori yang terhimpun dalam strategi teoritis yang lebih idealis. Strategi teori ini menjelaskan ciri dasar kehidupan social dengan merujuk pada daya kreatif pikiran manusia .

Kajian terhadap realitas mikroobjektif berupa tindakan sosial seorang individu yang penuh makna. Strategi teoritis yang di gunakan adalah strategi teori aksi social. Yang asumsi dasar dari teori-teori tersebut adalah bahwa sampai derajat tertentu manusia memiliki ruang untuk memaknai secara subjektif struktur objektif yang ia hadapi, bahkan dapat membangun konstruksi subjektif terhadap realitas objektif tersebut.

Menurut parsons, seorang individu tak mungkin lepas dari ikatan-ikatan struktur dan norma-norma social yang berlaku, namun seorang individu memiliki kemampuan untuk memilih berbagai alternative tindakan secara aktif, kreatif, dan evaluatif yang memungkinkan tercapainya suatu tujuan yang ia inginkan. Person dengan sadar memakai konsep “action” konsep ini menunjuk pada aktifitas yang di lakukan secara kreatif lewat proses penghayatan diri individu yang penuh makna.

Menurut Max Weber, hidup manusia dan segala tindak-takduknya sesungguhnya di tandai oleh suatu upaya pencarian makna, baik disadari maupun tidak.
Tindakan social adalah tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada orang lain, juga dapat berupa tindakan yang bersifat menginternal, dan bermakna atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja akibat dari pengaruh situasi yang menurutnya menguntungkan.

Weber mengusulkan lima hal pokok yang mesti dikaji dalam melakukan studi tentang tindakan social :
1.Tiap tindakan social yang menurut pelaku mempunyai makna yang subjektif dan bermanfaat

2.Tindakan nyata bersifat membatin dengan maksud tertentu dari pelaku

3.Tindakan yang berkaitan dengan pengaruh positif ( menurut pelaku) dengan situasi dan kondisi tertentu

4.Tindakan tersebut diarahkan kepada orang lain dan bukan pada barang mati.

5.Tindakan dilakukan dengan memerhatikan tindakan orang lain dan terarah pada orang lain tersebut.

Asumsi dasar teori structural-fungsional adalah bahwa seorang individu hanyalah alat struktur yang tidak memiliki pilihan lain kecuali mengikuti kehendak struktur. Bagi teori structural-fungsional, masyarakat adalah sebuah system dimana bagian-bagiannya menyatu dalam keseimbangan, dan selalu mengkondisikan seseorang berbuat sesuai dengan struktur social dimana ia berada.

Anatomi action theory dari parsons tersebut dapat pula di kembangkan kedalam sistim social. Dalam hal Parsons melihat actor dikaitkan dengan situasi dalam hal motif dan nilai. Menurut parsons ada tiga motif yaitu:
1.Cognitive, yakni motif mendapat informasi
2.Cathective, motif mendapat sentuhan emosi
3.Assesment, yakni motif melakukan evaluasi.

Dan disampingh itu terdapat pula tiga bentuk nilai antara lain:
1.Cognitive, yaitu nilai standar tujuan yang ingin dicapai
2.Appreciative yaitu nilai tentang standar penghargaan
3.moral yakni nilai tentang yang benar atau salah

motif dan nilai-nilai tersebut menimbulkan bentuk-bentuk tindakan yang dikenal dengan istilah:
a.Instrumental yaitu tindakan untuk merealisir tujuan secara efisien
b.Ekspresif yaitu tindakan untuk mendapatkan kepuasan emosional
c.Moral yakni tindakan yang menyangkut prinsip benar atau salah

Teori lain yang mengkaji realitas di tingkat mikroobjektif adalah teori konstruksi social dari Berger. menurut berger tindakan yang paling individual sekalipun sesungguhnya bukanlah sesuatu yang baru sama sekali setiap tindakan itu dilakukan.
Menurut Berger, manusia merupakan subjek yang menciptakan realitas social yang objektif melalui proses ekternalisasi, objektivasi , dan internalisasi.
- Ekternalisasi yaitu merupakan proses pencurahan kehadiran manusia secara terus-menerus kedalam dunia baik dalam aktifitas fisik maupun mental.

- Objektifitas yaitu momen yang disandang produk-produk aktifitas itu, merupakan realitas yang berhadapan dengan produsen semula dalam bentuk suatu kefaktaan yang ekternal dan berbeda dari para produsen itu sendiri.

- Internalisasi yaitu merupakan perasaan kembali realitas tersebut oleh manusia dan mentranspormasikan kembali struktur dunia objektif tersebut kedalam struktur kesadaran subjektif.

Teori pilihan rasional dari Homans, Hosland, Janis, dan Kelley bisa dipakai untuk menelaah realitas mikroobjektif. Teori ini menekankan bahwa manusia adalah organisme aktif yang memperhitungkan cara-cara bertindak yang memungkinkan mereka memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya.

Teori interaksi simbolik, tindakan-tindakan individu dalam masyarakat merupakan hasil dari pemilikan symbol-simbol bersama dengan mana individu-individu bias merundingkan tindakan masing-masing sehingga mereka cocok satu sama lain dalam suatu keseluruhan yang terorganisasi. Dengan demikian maka jelaslah bahwa teori ini tekanannya pada aspek bebas struktur dan peran symbol dalam tindakan individu.Cara untuk merekam makna symbol salah satunya adalah lewat apa yang di anjurkan Randall Collins yakni dengan cara mengamati kehidupan sehari-hari mereka.


ALIRAN TEORI YANG MENDASARI TEORISASI DALAM PENELITIAN

Setidaknya ada empat aliran teori dalam ilmu social yang lazim diasosiasikan dengan pendekatan penelitian kualitatif yaitu:
1.Tori tentang budaya
2.Teori fenomenologi
3.Tori etnomedologi
4.Teori interaksionisme simbolik


Teori tentang budaya dapat disederhanakan menjadi dua kelompok besar yaitu
1.Airan teori yang memandang budaya sebagai suatu system atau organisasi makna. Budaya dianggap sebagai pita kesadaran tempat tersimpan memori kolektif suatu kelompok masyarakat tentang mana yang dianggap benar, mana yang dianggap salah, mana yang dianggap baik, mana yang dianggap buruk, mana yang dianggap berharga, dan mana yang dianggap kurang berharga.

2.Aliran teori yang memandang budaya sebagai system adaptasi suatu kelompok masyarakat terhadap lingkungannya. Dalam hal ini budaya ditempatkan sebagai keseluruhan cara hidup suatu masyarakat yang diwariskan, dipelihara, dan dikembangkan secara turun temurun sesuai dengan tuntutan lingkungan yang dihadapi.

Teori fenomenologi berpendapat bahwa apa yang nampak dipermukaan termasuk pola perilaku manusia sehari-hari hanyalah suatu gejala atau fenomena dari apa yang tersembunyi di “kepala” sang pelaku.

Teori etnomedologi pada dasarnya relative serupa dengan aliran fenomenologi sebab kehadiran etnomedologi itu sendiri juga diilhami oleh fenomenologi.
Teori interaksionisme simbolik, teori ini memiliki tiga premis yaitu;
a.manusia bertindak terhadap ssuatu (benda, orang, atau ide) atas dasar makna yang diberikan kepada sesuatu itu.

b.Makna tentang sesuatu itu diperoleh, dibentuk, direvisi melalui proses interaksi dalam kehidupan sehari-hari

c.Pemaknaan terhadap sesuatu dalam dalam bertindak atau berinteraksi tidaklah berlangsung mekanisme, melainkan melibatkan proses intepretasi.

0 komentar: